Audio Bumper

Sunday, March 21, 2021

KEBIJAKAN-KEBIJAKAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN TEGAL DALAM PROGRAM PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE DI KABUPATEN TEGAL


1.      Latar belakang

     Kabupaten Tegal merupakan bagian dari wilayah Provinsi Jawa Tengah dengan luas daratan sebesar 87.878,56 ha dan luas lautan sebesar 121,50 km2. Terbagi dalam 18 kecamatan dan 287 desa/kelurahan. Sedangkan sarana kesehatan yang ada terdiri dari 9 Rumah Sakit (3 RS pemerintah dan 6 RS Swasta), 29 Puskesmas semuanya Puskesmas Rawat Inap (mampu persalinan dan PONED), Puskesmas Pembantu sebanyak 64 buah dan Poliklinik Kesehatan Desa (PKD) sebanyak 211 buah. Kabupaten Tegal terletak antara : 108º 57 6′′  -  109º 21′ 30″ Bujur Timur dan 6º 50′ 41′′  -   7º 15′ 30″   Lintang Selatan dengan batas-batas wilayah sebelah utara berbatasan dengan Kota Tegal dan Laut Jawa, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Pemalang, sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Brebes dan Banyumas dan sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Brebes.

Undang-Undang RI. Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Pasal 157 ayat (3) menyebutkan bahwa penyakit menular masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang menimbulkan kesakitan, kematian, dan kecacatan yang tinggi sehingga perlu dilakukan penyelenggaraan penanggulangan melalui upaya pencegahan dan pengendalian yang efektif dan efisien.

Salah satu yang menjadi perhatian dalam pengendalian penyakit menular di Kabupaten Tegal adalah kasus DBD (Demam Berdarah Dengue). Situasi kasus DBD di Kabupaten Tegal pada tahun 2019 terjadi kenaikan yang signifikan dibandingkan tahun 2018. Jumlah kasus DBD tahun 2019 ada 370 kasus dengan kematian 3 anak, sedangkan jumlah kasus DBD tahun 2018 berjumlah 77 kasus dengan kematian 1 anak. Jumlah desa endemis DBD kini sebanyak 21 desa atau 7,3 % dari seluruh desa  di Kabupaten Tegal.

Upaya pengendalian DBD di Indonesia bertumpu pada 7 kegiatan pokok yang tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan nomor 581/MENKES/SK/VII/1992 tentang Pemberantasan Demam Berdarah Dengue (DBD). Salah satu prioritas utama yaitu ditekankan pada upaya pencegahan melalui pemberdayaan dan peran serta masyarakat.

Upaya pencegahan dan pengendalian DBD di Kabupaten Tegal mempunyai tujuan diantaranya untuk:

a.       Meningkatkan upaya promotif dan preventif yang ditujukan untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat penyakit DBD;

b.      Membatasi penularan serta penyebaran penyakit DBD adar tidak meluas serta berpotensi menimbulkan Kejadian Luar Biasa atau wabah.

c.       Mampu mendiagnosa penyakit DBD lebih dini.

d.      Mengendalikan vektor penyakit DBD.

 Indikator pencegahan dan pengendalian penyakit DBD adalah sebagai berikut :

a.       Terlaksananya upaya pencegahan penyakit DBD yang dilakukan melalui kegiatan promosi kesehatan, kegiatan pemantauan jentik berkala, meningkatnya ABJ (Angka Bebas Jentik), surveilans kesehatan, pengendalian faktor resiko.

b.      Terlaksananya pengendalian penyakit DBD dengan kegiatan penemuan penderita di fasilitas pelayanan kesehatan, pendiagnosaan DBD lebih dini, penyelidikan epidemiologi, tata laksana kasus di lapangan dengan respon cepat.


Untuk mengakomodir semua itu peran pemerintah daerah adalah membuat regulasi, peraturan kebijakan di levelnya yang dapat berperan untuk mengorganisasikan elemen yang ada, memerintahkan kebijakan yang ada, dan mengkontrol aksi agar dapat mencapai tujuan pengendalian penyakit DBD. Kebijakan yang dibakukan tersebut dapat mengalokasikan sumber-sumber daya yang ada untuk dapat diberdayakan, dikolaborasikan, diarahkan, difokuskan untuk mencegah dan mengendaikan penyakit DBD di Kabupaten Tegal.

 

Bagaimana upaya penanggulangan DBD ini dapat diefektifkan dengan berbagai peraturan kebijakan maupun instruksi resmi dari pemangku kebijakan daerah, sehingga pemerintah daerah andil secara langsung dalam menggerakan semua komponen yang ada di masyarakat untuk bersama mencegah dan menanggulangi sebagai wujud tanggung jawab bersama. 

2.      Upaya yang telah dilakukan

 Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah daerah Kabupaten Tegal dalam membuat peraturan kebijakan secara tertulis mulai dari surat edaran, hingga surat keputusan bupati. Berikut inilah peraturan kebijakan tersebut.

a.       Surat edaran nomor 443.4/1086 tahun 2013 tentang gerakan pemberantasan  sarang nyamuk DBD

b.      Instruksi Bupati nomor 440/04/1472 tahun 2014 tentang gerakan pemberantasan sarang nyamuk DBD

c.       Surat edaran nomor 440/04/0252 tahun 2016 tentang kewaspadaan dini penyakit DBD

d.      Surat keputusan Bupati Tegal nomor 605/2017 tentang kelompok kerja operasional penanggulangan DBD

e.       Instruksi Bupati Tegal nomor 443.4/05/986 tahun 2019 tentang gerakan serentak pencegahan dan pengendalian penyakit DBD.

f.    Surat edaran bupati tentang kewaspadaan dini penyakit demam berdarah nomor 440/323/2022 


 

Surat edaran bupati tentang kewaspadaan dini penyakit demam berdarah 440/323/2022

Surat edaran ini dibuat karena terjadi kenaikan kasus DBD hingga 2x lipat lebih sampai dengan bulan Juni 2022 dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya. Oleh sebab itu, bupati memberikan surat eadran kepada lintas sektoral, semua OPD, organisasi masyarakat untuk berperan aktif pencegahan dan pengendalian penyakit DBD di masyarakat.

  





Surat edaran nomor 443.4/1086 tahun 2013 tentang gerakan pemberantasan  sarang nyamuk DBD

Surat edaran ini dibuat kala itu dengan mendasari konteks naiknya tren kasus DBD di tahun 2013. Hingga pada minggu kedua bulan April saja, kasus DBd sudah mencapai 90 penderita dengan 7 kematian. Surat edaran itu diedarkan ke seluruh OPD (Organisasi Perangkat Dinas) untuk melakukan tindakan pencegahan dengan gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) secara serentak setiap minggunya.





Instruksi Bupati nomor 440/04/1472 tahun 2014 tentang gerakan pemberantasan sarang nyamuk DBD

Instruksi Bupati ini dipicu naiknya tren kasus DBD di tahun 2014 dibandingkan tahun 2013. Hingga bulan April 2014 penderita sudah mencapai 192 orang dengan 8 kasus kematian. Sementara, pada periode yang sama tahun sebelumnya (2013), penderita berjumlah 118 orang dengan 7 kasus kematian. Akhirnya, pemerintah daerah tidak hanya membuat surat edaran seperti pada tahun sebelumnya, namun kali ini berupa instruksi, perintah langsung dari Bupati kepada seluruh camat dan OPD untuk melakukan PSN di rumah maupun di lingkungan fasilitas umum dan kantor.



 

Surat edaran nomor 440/04/0252 tahun 2016 tentang kewaspadaan dini penyakit DBD

Pada surat edaran tahun 2016 ini kembali bupati Tegal menghimbau seluruh lapisan masyarakat untuk melakukan giat PSN di rumah dan fasilitas umum, mengingat pada tahun sebelumnya terjadi 422 kasus DBD dengan 12 kematian. Bupati Tegal juga menghimbau untuk meningkatkan kewaspadaan penyakit DBD di masyarakat dan segera melaporkan ke petugas kesehatan jika ada yang terjangkit.

 



Surat keputusan Bupati Tegal nomor 605/2017 tentang kelompok kerja operasional penanggulangan DBD

 

Penyakit Demam Berdarah ( DBD ) merupakan salah satu penyakit yang berbahaya dan masih menjadi  masalah kesehatan masyarakat yang perlu mendapat perhatian kita semua. Penyakit ini merupakan penyakit menular yang bisa menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB)  dan kematian yang disebabkan oleh virus dangue yang ditularkan oleh gigitan nyamuk “ aedes aegipty “. Sampai saat ini belum ada obat, sedangkan vaksin yang sudah ditemukan belum efektif untuk digunakan secara massal.

Beberapa faktor yang menyebabkan peningkatan kasus DBD diantaranya : perubahan iklim dan lingkungan seperti meningkatnya curah hujan, musim penghujan yang tidak menentu, pemanasan global yang berdampak pada meningkatnya tempat perindukan nyamuk sehingga meningkatkan penularan DBD. Dan faktor yang paling utama adalah kurangnya kesadaran masyarakat untuk melaksanakan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) DBD di dalam rumah dan lingkungannya serta belum optimalnya peran sektor terkait untuk melaksanakan PSN di lingkungannya masing-masing.

Situasi kasus DBD di Kabupaten Tegal pada tahun 2017 terjadi penurunan yang signifikan dibandingkan tahun 2016. Jumlah kasus DBD sampai dengan Nopember 2017 ada 233 kasus dengan kematian 3 anak, sedangkan jumlah kasus DBD tahun 2016 berjumlah 610 kasus dengan kematian 18 anak (3%).  Jumlah desa endemis DBD ada 98 desa atau 43% dari seluruh desa di Kabupaten Tegal. 

Pencegahan dan penanggulangan DBD melalui pemberdayaan masyarakat merupakan langkah cerdas dan hemat biaya. Keberhasilan pencegahan dan pengendalian penyakit DBD sangat ditentukan oleh kemitraan antar pemerintah dan anggota masyarakat. Untuk itu perlu dibentuk Kelompok Kerja Operasional (POKJANAL) DBD disetiap tingkat administrasi yaitu Kabupaten, Kecamatan dan Desa. Hal ini bertujuan adalah agar pencegahan dan penanggulangan penyakit DBD dapat terkoordinasikan dengan Dinas / Instansi / Lembaga kemasyrakatan terkait sehingga seluruh lapisan masyarakat berperan aktif dalam pelaksanaan pemberantasan sarang nyamuk terutama dengan cara 3 M plus (Menguras, Menutup, dan Mendaur Ulang barang bekas).

Dengan demikian diharapkan masyarakat akan mampu melindungi dirinya, keluarga dan lingkungannya dari penularan penyakit DBD. Melalui pembentukan POKJANAL tingkat kabupaten itu diharapkan akan ditindaklanjuti di tingkat Kecamatan dan desa, khususnya yang endemis DBD untuk segera membentuk Pokjanal DBD tingkat kecamatan dan desa sebagai wadah pemberdayaan masyarakat sehingga masyarakat mengerti dan berperan aktif dalam kegiatan pemberantasan sarang nyamuk dengan cara 3 M Plus dan tercipta Gerakan 1 Rumah 1 Juru Pemantau Jentik.

 









 

 

Instruksi Bupati Tegal nomor 443.4/05/986 tahun 2019 tentang gerakan serentak pencegahan dan pengendalian penyakit DBD.

Pada tahun 2018 jumlah kasus DBD kabupaten Tegal dan nasional memang sedang mengalami penurunan tren. Data menunjukan angka kejadian DBD di tahun 2018 hanya 4,6 penderita per 100.000 penduduk. Sungguh ini adalah jumlah terendah  selama 14 tahun terakhir. Namun pada tahun 2019 tren kasus penyakit DBD mulai merangkak naik lagi. Antisipasi perlu dilakukan untuk menghadapi tren 5 tahunan.

Air hujan dapat menggenang di berbagai tempat di sekitar rumah kita. Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan 3 M plus jelas merupakan pencegahan terbaik yang dilakukan sebelum ada kasus, agar bisa meminimalkan dilakukannya fogging/ pengasapan dengan insektisida yang sejatinya berbahaya bagi manusia, hewan peliharaan, dan lingkungan.

Penyakit ini berpotensi menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB), bahkan kematian. Pada musim hujan, biasanya di awal dan akhir tahun, diperlukan pencegahan dan pengendalian penyakit ini. Maka Bupati Tegal menginstruksikan kepada semua kepala OPD, Camat, dan Kepala Desa/ Lurah, terutama daerah endemis/ sporadis untuk serentak melakukan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN).

Desa endemis adalah desa yang selama 3 tahun berturut-turut terdapat kasus DBD. Desa sporadis adalah desa yang dalam 3 tahun terakhir ada kasus DBD meskipun tidak berturut-turut tiap tahunnya. Total desa endemis di Kabupaten Tegal tahun 2018 ada 21 desa, dan desa sporadis sejumlah 197 desa. Sisanya disebut desa potensial DBD.

PSN yang diinstruksikan disini adalah melalui 3M plus, menguras bak mandi, menutup tempat penampungan air dan mendaurulang barang bekas yang bisa menampung air hujan. Ditambah dengan kegiatan mencegah gigitan nyamuk seperti memelihara ikan pemakan jentik, memakai kelambu/ repelent anti nyamuk, mengurangi gantungan baju, menyediakan cahaya dan udara yang cukup dalam rumah untuk mengurangi kelembaban, memakai perangkap nyamuk (ovitrap/ larvitrap), dsb.

Bupati juga menginstruksikan penyuluhan intensif pada masyarakt agar bisa bersama-sama melakukan PSN. Masyarakat diharapkan aktif menjadi pemantau jentik di rumahnya masing-masing. Gerakan 1 rumah 1 jumantik dapat memberdayakan masyarakat untuk memantau kontainer (tempat air) yang ada di rumah masing-masing. Sehingga masyarakat bertanggung jawab atas lingkungannya sendiri. Tidak mungkin masyarakat melempar tanggungjawab kebersihan dan kesehatan lingkungannya kepada petugas kesehatan.

Bupati juga menginstuksikan agar semua pihak bisa melakukan kewaspadaan dini. Jika terdapat laporan / rumor kasus DBD, dapat segera membawanya ke fasilitas kesehatan terdekat untuk diberi pertolongan. Camat di wilayah endemis juga diinstruksikan membentuk Pojnakal DBD (kelompok kerja nasional) penyakit DBD. Untuk pelaksanaan fogging sebagai tatalaksana kasus DBD di lapangan, dilakukan secara selektif sesuai indikasi, berdasarkan hasil penyelidikan epidemiologi di lapangan.

 




 

3.      Masalah yang ditemukan

Sebenarnya telah banyak upaya yang telah di lakukan pemerintah. Sejak puluhan tahun silam kita sudah sering mengadakan sosialisasi. Ada pula inovasi seperti Jumantik, Siswantik, Pemantauan Jentik Berkala (PJB). Gerakan Jumantik (Juru Pemantau Jentik) adalah pemantauan Jentik yang dilakukan oleh kader. Teknisnya, kader memeriksa kontainer (tempat penampungan air) yang ada di dalam rumah dan luar rumah penduduk. Kegiatan ini kadang dilakukan sesekali dan tidak berkelanjutan.

Ada pula Siswantik (Siswa Pemantau Jentik), teknis pelaksanaannya sama seperti Jumantik hanya saja Jumantiknya adalah siswa, baik anak SD, maupun gerakan-gerakan kepanduan kesiswaan seperti Pramuka Saka Bakti Husada. Mereka biasanya ditugaskan untuk memeriksa kontainer lingkungan sekolah dan sekitarnya. Untuk menjamin keberlangsungan Angka Bebas Jentik (ABJ) sesuai standar, yakni >95%, maka ada istilah Pemantauan Jentik Berkala (PJB). Artinya, Pemantauan jentik yang dilakukan kader maupun siswa tadi dilakukan secara berkala, berkelanjutan. 

Namun, fungsi pemberdayaan dan peran serta masyarakat untuk hidup sehat dinilai kurang dengan program ini. Karena masyarakat menjadi tergantung kehadiran jumantik, hanya untuk menguras bak mandi mereka sendiri saja harus didatangi oleh jumantik. Kemandirian dan tanggungjawab terhadap kesehatan masyarakat sendiri harus dimunculkan. Pemberdayaan kesehatan masyarakat harus mengkondisikan masyarakat untuk mempunyai kekuatan, peran, kendali dalam mewujudkan lingkungan yang sehat secara mandiri.

Kini, Kementerian Kesehatan memunculkan gerakan "Jumantik Rumah Tangga atau Gerakan satu rumah satu Jumantik". Ini adalah peran serta dan pemberdayaan masyarakat dengan melibatkan setiap keluarga dalam pemeriksaan, pemantauan dan pemberantasan jentik nyamuk untuk pengendalian penyakit tular vektor khususnya DBD melalui pembudayaan PSN 3M PLUS. Sampai dengan saat ini, gerakan ini terbukti efektif dan direkomendasikan Kemenkes RI secara Nasional.

               Tentang Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik

 


 

Untuk melaksanakan program ini kita perlu mengenal istilah-istilah sbb:

a.       Jumantik adalah orang yang melakukan pemeriksaan, pemantauan dan pemberantasan jentik nyamuk khususnya Aedes aegypti dan Aedes albopictus.

b.      Jumantik Rumah adalah kepala keluarga / anggota keluarga / penghuni dalam satu rumah yang disepakati untuk melaksanakan kegiatan pemantauan jentik di rumahnya. Kepala Keluarga sebagai penanggung jawab Jumantik Rumah.

c.       Jumantik Lingkungan adalah satu atau lebih petugas yang ditunjuk oleh pengelola tempat – tempat umum (TTU) atau tempat – tempat institusi (TTI) untuk melaksanakan pemantauan jentik di:

*  TTI     : Perkantoran, sekolah, rumah sakit.

* TTU    : Pasar,  terminal,  pelabuhan, bandara, stasiun, tempat ibadah, tempat pemakaman/ wisata.

Tugas Jumantik rumah/ lingkungan adalah mensosialisasikan PSN 3 M plus kepada anggota keluarganya/ lingkungan, memeriksa tempat penampungan air yang ada di dalam /luar rumah/ lingkungan, mengajak anggota keluarga/ instansi/lingkungannya melakukan PSN dan mencatat hasil PSN di kartu jentik.

 


 

d.      Koordinator Jumantik adalah satu atau lebih jumantik/kader yang ditunjuk oleh Ketua RT untuk melakukan pemantauan dan pembinaan pelaksanaan jumantik rumah dan jumantik tingkat RT (crosscheck).

 


 

Tugas koordinator Jumantik adalah sosialisasi PSN 3M plus kepada kelompok, membina Jumantik rumah/instansi (maksimal 10 jumantik), menggerakan masyarakat untuk PSN, melakukan pembinaan dan kunjungan ke jumantik yang telah direncanakan jadwalnya 2 minggu sekali, melaporkan ke supervisor 1 bulan sekali.

e.       Supervisor Jumantik adalah satu atau lebih anggota dari Pokja DBD atau orang yang ditunjuk oleh Ketua RW/Kepala Desa/Lurah untuk melakukan pengolahan data dan pemantauan pelaksanaan jumantik di tingkat RW/ Desa.

 


 

Tugas supervisor adalah membina Koordinator Jumantik, merekap data ABJ (Angka Bebas Jentik) dan melaporkan ke Puskesmas sebulan sekali.
Pihak Puskesmas bertugas merekap data dari supervisor dan melaporkannya ke Dinkes sebulan sekali, membina Supervisor dan koordinator, serta koordinasi lintas sektoral untuk pembinaan.

 


Untuk dapat melaksanakan gerakan satu rumah satu jumantik ini dibutuhkan pendukung operasional seperti:

a.      Dana

Dana bisa didapat dari anggaran Dana Desa, APBD, BOK, dll berupa transport/ insentif/ honor koordinator/ supervisor jika diperlukan. Bisa dianggarkan pula biaya untuk pertemuan sosialisasi, pembinaan, monev.

b.      Formulir

Cetak kartu pemantauan jentik yang harus ditempel di rumah/ lingkungan instansi, lebih praktis bisa berupa stiker. Lengkapi pula dengan cetak formulir rekapan koordinator dan laporan supervisor, Leaflet penyuluhan DBD, dsb.

c.       Kit/ peralatan

Senter, topi, tas, rompi /seragam, alat tulis, plastik untuk abatte.

 


       Gerakan ini sangat bagus untuk diimplementasikan, hanya saja di Kabupaten Tegal pemerintahan daerah belum mempunyai kebijakan tertulis untuk mendukung operasional gerakan ini agar bisa dijalankan secara serempak, dan didukung oleh berbagai pihak.

   

4.      Rekomendasi

Meskipun sudah ada petunjuk keknis implementasi PSN 3M-PLUS dengan Gerakan satu rumah satu Jumantik yang disusun oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, melalui Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik tahun 2017, namun untuk teknis operasional di daerah membutuhkan sebuah kebijakan tertulis tersendiri. Rekomendasi dari telaah ini adalah perlu dilakukan perumusan dan usulan sebuah kebijakan yang bersifat anjuran atau perintah operasional praksis implementatif tentang gerakan satu rumah satu jumantik.

Angka Bebas Jentik (ABJ)

        Angka Bebas Jentik (ABJ) adalah proporsi jumlah rumah yang tidak ada jentik nyamuk vektor penyakit DBD dari keseluruhan rumah yang diperiksa. Jentik nyamuk DBD bisa berasal dari nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus. ABJ dinyatakan dalam satuan % (persen). Kebalikannya, disebut House Index (HI), yaitu prosentase rumah yang positif jentik dibandingkan dengan rumah yang diperksa. Target nasional ABJ adalah lebih dari 95 %. Artinya, jika dalam sebuah komplek perumahan memiliki ABJ > 95%, maka area tersebut dinyatakan aman dari potensi penyebaran kasus DBD (dilihat dari segi kesehatan lingkungannya). 

    Cara perhitungannya, misalnya dalam sebuah pemeriksaan, ditemukan 2 rumah yang menjadi positif jentik dari 20 rumah yang diperiksa, maka ABJ-nya adalah:

         Jumlah rumah tidak ada jentik           x 100 %.

                          Jumlah rumah yang diperiksa

           

                    =           18             x    100 %    = 90%

                                20

           

    ABJ dihitung dalam skala rumah, bukan jumlah kontainer (tempat penampungan air). Meskipun yang diperiksa di rumah tersebut adalah banyak kontainer, baik dalam rumah maupun di luar rumah.Mulai dari kolam, tempayan, tempat minum burung, talang air, pot tanaman hidroponik, kolam ikan, dsb.


      Angka ini sangat bermakna, dan dapat menentukan tatalaksana sebuah kasus DBD di lapangan, apakah diperlukan fogging atau tidak. Jika terbukti ada penularan kasus DBD di daerah itu dan ABJ-nya <95% maka tindakan yang akan dilakukan adalah pengasapan (fogging). Jika terbukti ada penularan kasus di daerah itu, namun ABJ di daerah itu >95%, hal ini dapat diasumsikan bahwa penularan tidak terjadi karena vektor yang ada di daerah itu. 

       Bisa jadi antara kasus-kasus tersebut memiliki hubungan area epidemiologi selain hubungan kedekatan rumah. Misalnya, mereka bersekolah di tempat yang sama pada waktu 2 minggu sebelum sakit. Jika angka House Index pemeriksaan jentik di sekolah tersebut >5% atau ABJ <95%, maka pengasapan dilakukan di area sekolah tersebut, bukan di pemukiman warga.

ABJ dapat diperoleh dari kegiatan penyelidikan epidemiologi (insidental), pemeriksaan inspeksi sanitasi rumah tangga atau fasilitas umum (rutin), pemeriksaan jentik nyamuk baik teratur maupun insidental, seperti gerakan satu rumah, satu jumantik, siswantik oleh siswa, atau pemantauan jentik berkala oleh kader atau pegiat lainnya.