Audio Bumper

Tuesday, January 30, 2018

target penemuan kusta 2018

Cara menghitung target penemuan kusta untuk tingkat Kabupaten dan Puskesmas adalah sebagai berikut:

1. Target penemuan kasus kusta baru seluruh kabupaten kota di Jawa Tengah adalah sebagai berikut:
Dengan perhitungan Target CDR (Case Detection Rate) adalah  1,56/ 10.000 jumlah penduduk. maka tahun 2018 Target penemuan kusta kab tegal adalah 247.

2. Menghitung berapa target penemuan kusta baru untuk tiap puskesmas adalah sebagai berikut:
     Penemuan Puskesmas tersebut di tahun lalu    x  target kab tegal th ini
     Penemuan Kabupaten Tegal thn lalu





 

Sunday, January 28, 2018

Kasus Kusta Meningkat



29 Januari 2018 | Suara Pantura
  • 2017, Ada 208 Penderita

SLAWI- Penemuan kasus penyakit kusta di Kabupaten Tegal meningkat. Jika pada 2016 ada temuan kasus baru kusta hingga 198 penderita, pada 2017 ditemukan kasus baru sebanyak 208 penderita. Kepala Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes Kabupaten Tegal, Ari Dwi Cahyani mengatakan, pihaknya berusaha meminimalkan kasus kusta pada 2019 sesuai target dari Dinkes Jateng.
”Angka prevalensi kusta kurang dari 1/10.000 penduduk, tetapi selama ini di Kabupaten Tegal angka prevalensinya masih lebih dari 1/10.000. Artinya di antara 10.000 penduduk, terdapat satu penderita kusta,” sebut Ari saat ditemui pada acara peringatan Hari Kusta se-dunia di Alunalun Hanggawana, Slawi, Minggu (28/1).
Untuk mencapai target eliminasi kusta pada 2019, Dinkes Kabupaten Tegal berupaya menemukan sebanyak mungkin penderita kusta. Hal ini untuk mencegah penularan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae tersebut. ”Sumber penularan kusta saat ini adalah penderita yang belum diobati. Kami terus melakukan intensifikasi penemuan kusta,” jelas Ari.
Intensifikasi penemuan kusta, sambung dia, di antaranya dengan melakukan pemeriksaan fisik pada keluarga dan lingkungan penderita kusta yang ditemukan sejak 2012 hingga saat ini. Kemudian dengan melibatkan anggota keluarga, untuk mengenali bercak yang ada di tubuhnya atau intensifikasi case finding, serta sosialiasi kepada masyarakat.
Ari menyebutkan, untuk kasus kusta yang disertai komplikasi, pemerintah telah bekerja sama dengan RS Donorojo di Kelet, Jepara yang merupakan satu-satunya RS kusta di Jateng. Di RS itu, penderita kusta yang disertai komplikasi ditangani dengan bedah rekonstruksi, sehingga mereka bisa aktif kembali dan dapat menggerakkan anggota tubuhnya. Adapun untuk angka kecacatan penderita kusta di Kabupaten Tegal sampai saat ini masih tinggi.
Dari penderita kusta baru yang ditemukan, 10 sampai 11 persen di antaranya telah mengalami cacat akibat penyakit tersebut. ”Angka cacat yang standar lima persen, namun di Kabupaten Tegal lebih dari itu, yakni mencapai 10 sampai 11 persen,” jelasnya.
Mudah Dikenali
Menurutnya, setiap tahun dari penemuan kasus baru kusta, sedikitnya ditemukan 20 penderita yang mengalami cacat tingkat II (cacat yang kelihatan). Dijelaskan, gejala awal penyakit kusta mudah dikenali.
Di antaranya, ada bercak berwarna putih atau merah pada tubuh tanpa mati rasa. Namun karena penderita tidak merasa terganggu dengan bercak tersebut, maka tidak segera memeriksakan diri. ”Setelah bercak melebar biasanya baru periksa,” ungkapnya. Adapun untuk pengobatan kusta, penderita bisa mendapatkan obat di puskesmas secara gratis.
Sementara itu, peringatan Hari Kusta se-dunia yang jatuh pada 29 Januari, diperingati dengan menggelar penampilan pantomim dan monolog. Pantomim dan monolog dimainkan oleh staf Dinkes Bagus Johan Maulana, mengekspresikan diri sebagai penderita kusta yang sudah terlanjur menderita cacat. Cacat dalam kusta bisa berupa tidak bisa menutup kelopak mata dengan rapat, telapak tangan atau kaki yang mati rasa, dan jari yang kiting atau mengalami kelainan bentuk.
Terkait tingginya angka kecacatan penderita kusta di Kabupaten Tegal, Kepala Dinkes Kabupaten Tegal dokter Hendadi Setiaji mengimbau masyarakat agar waspada. Sebab, banyak penderita yang menganggap bercak kulit yang mati rasa itu bukan masalah. Bahkan seringkali dianggap panu, padahal itu tanda utama kusta. Mereka baru mengunjungi petugas kesehatan setelah terjadi cacat kusta. Kasus yang tersembunyi inilah yang diam-diam menularkan pada anggota keluarga terdekat seperti anak-anak, lantaran daya tahan tubuhnya rentan.
Penyakit ini kadang menimbulkan stigma buruk di masyarakat. Seringkali, penderita kusta dikucilkan karena dianggap penyakit kutukan yang tidak bisa sembuh dan sangat menular. Padahal kusta bisa sembuh total dan tidak menular, jika berobat teratur. Menularnya kusta, menurutnya, butuh waktu kontak erat bertahun-tahun.
Hanya saja cacat yang sudah terlanjur permanen, kadang membuat penderita merasa malu dan rendah diri dalam berinteraksi sosial yang akhirnya mereka merasa tidak produktif. Dinas Sosial juga terus berupaya memberdayakan orang yang pernah menderita kusta dan mengalami cacat dengan berbagai pelatihan kerja. Mereka tergabung dalam komunitas Difable Slawi Mandiri. (H45-73,69

SM/Cessnasari - TAMPILKAN PANTOMIM: Penampilan pantomim dan monolog menyemarakkan peringatan Hari Kusta se-Dunia di Alun-alun Hanggawana, Slawi, Minggu (28/1). (73)

Thursday, January 25, 2018

Hari Kusta Sedunia: Dinkes gelar aksi Pantomim


Dunia Promosi Kesehatan

Minggu pagi nanti ada yang unik di Alun -Alun Hanggawana Slawi. Dinas Kesehatan Kabupaten Tegal kali ini akan menggelar aksi seni pertunjukan (performing art) berupa Pantomim dan monolog.


"Pantomim akan mulai beraksi sekitar jam 7 pagi berjalan mengitari Alun-alun, lalu sesekali melakukan aksi monolog di titik-titik tertentu, dan berakhir di panggung permanen Alun-Alun Hanggawana, Slawi" papar Teguh Triyono, koordinar aksi dari Tim Kreatif Dinkes ditemui di kantornya Kamis (25/1).

"Kali ini kita akan menggabungkan seni Pantomim yang bisu dengan seni Monolog yaitu seni peran yang hanya butuh satu orang untuk melakukan adegannya" ujarnya.
Tim kecil pertunjukan yang dibentuk dr. Hendadi Setiaji, M.Kes selaku Kadinkes itu akan menggelar aksi selama 1 jam dalam rangka Peringatan Hari Kusta sedunia. Hari Kusta sedunia diperingati pada hari Minggu terakhir setiap bulan Januari. "Tahun ini tema kita adalah Perkuat komitmen politik dalam penanggulangan kusta dan penghapusan stigma" ujar Hendadi.

Hendadi menambahkan "Pantomim itu akan mengekspresikan diri sebagai penderita kusta yang sudah terlanjur menderita cacat". Cacat dalam Kusta bisa berupa tidak bisa menutup kelopak mata dengan rapat, telapak tangan atau kaki yang mati rasa dan jari yang kiting atau kelainan bentuk. 

Data Dinas Kesehatan Kab. Tegal menyebutkan tingkat cacat kusta di Kabupaten Tegal masih tinggi yaitu 11 persen dengan target seharusnya 5 persen. Sementara kasus kusta pada anak sebanyak 7 persen dengan target kurang dari 5 persen.

"Itu artinya kita masih terlambat menemukan kasus kusta" terang Hendadi. Untuk itu masyarakat dihimbau untuk ikut waspada terhadap gejala kusta. Banyak penderita yang menganggap bercak kulit yang mati rasa itu bukan masalah, dianggapnya panu, padahal itu tanda utama kusta. Mereka baru mengunjungi petugas kesehatan setelah terjadi cacat kusta. Kasus yang "tersembunyi" inilah yang diam-diam menularkan pada anggota keluarga terdekat seperti anak-anak yang rentan daya tahan tubuhnya.

Jika terlambat menemukan kusta lebih dari 6 bulan maka resiko kejadian cacat bisa permanen. Untuk penanganan kasus komplikasi kusta dan rekonstruksi cacat Pihak Dinas Kesehatan selama ini kerjasama dengan Rumah Sakit Kusta Donorojo, Kelet, Jepara.

Jumlah Kasus kusta baru selama tahun 2017 di Kabupaten Tegal berjumlah 208 kasus atau 1,45 /10.000 penduduk. Kabupaten Tegal termasuk 5 besar Kabupaten dengan kasus kusta terbanyak di Provinsi Jawa Tengah. Indonesia sendiri peringkat 3 dunia setelah India dan Brazil untuk total kasus baru penyakit ini.

Penyakit yang disebabkan oleh bakteri Micobacterium Leprae ini kadang menimbulkan stigma yang buruk di masyarakat. Seringkali, penderita kusta dikucilkan (deskriminasi) karna dianggap penyakit kutukan yang tidak bisa sembuh dan sangat menular. Padahal kusta bisa sembuh total dan tidak menularkan lagi jika berobat teratur. Untuk menularnya butuh waktu kontak erat bertahun-tahun. "Petugas Puskesmas biasa berjabat tangan dan kontak selama mengobati, tak masalah, apalagi kekebalan tubuh kita baik, tidak perlu takut dengan pasien kusta" tambah Hendadi.

Hanya saja cacat yang sudah terlanjur permanen kadang membuat penderita merasa malu dan rendah diri dalam hubungan sosial yang akhirnya tidak produktif. Pemerintah Daerah melalui Dinas Sosial juga terus berupaya memberdayakan OYPMK (Orang Yang Pernah Menderita Kusta) yang menderita cacat dengan berbagai pelatihan kerja. Mereka tergabung dalam Difable Slawi Mandiri.

“Intinya Pemerintah Daerah terus berkomitmen agar kusta tidak menjadi penyakit yang bermasalah di Kabupaten Tegal dengan menurunkan kasus kusta sampai degan kurang dari 1 per 10.000 penduduk namun sangat butuh peran aktif masyarakat untuk menemukan kasus lebih dini agar mencegah kecacatan dan mencegah kasus pada anak, berobat teratur, dan jangan kucilkan penderita melainkan justru memberinya semangat untuk hidup" tandas Hendadi.




Tuesday, January 16, 2018

11 Kasus kusta baru ditemukan saat ICF

Slawi - Berdayakan masyarakat untuk menemukan kasus kusta yang tersembunyi. Itu adalah misi utama dari kegiatan ICF yang diadakan di 8 desa di wilayah Kabupaten Tegal antara tanggal 10-20 April 2017. Selain menemukan kasus dan memutus mata rantai penularan kasus kusta agar terjadi penurunan kasus tersebut menuju eliminasi kusta.

Kegiatan ini diadakan 4 hari dengan agenda hari pertama sosialisasi kepada kader, hari ke-2 adalah pembagian format pencarian bercak kepada kader untuk dibagikan kepada Kepala Keluarga (KK), hari ke-3 adalah pengumpulan kembali format dair KK kepada kader, hari ke4 adalah pemeriksaan anggota keluarga yang memeiliki bercak oleh tenaga kesehatan (programer kusta puskesmas dan dokter puskesmas).

8 Desa yang menjadi project ini adalah Desa Ujungrusi Puskesmas Adiwerna, Desa Karangdawa Pusk Margasari, Desa Grobog wetan Puskesmas Pangkah, Desa Kaladawa Pusk Kaladawa, Desa Sidakaton Puskesmas Kupu, Desa Harjosari Kidul Pusk Pagiyanten, Desa Karanganyar Pusk Pagerbarang, Desa Dukuhtengah Pusk Kesambi.

Dari kegiatan ini ditemukan 11 kasus baru dengan 1 kasus cacat tingkat 2. 11 Kasus baru itu ditemukan dari pemeriksaan terhadap 1.912 jumlah keluarga yang ada bercak, dari 18.408 total jumlah Kepala Keluarga yang dijadikan projek.

Dengan melibatkan kepala keluarga untuk memeriksa anggota keluarganya maka masyarakat lebih waspada jika ada bercak mati rasa yang ada di tubuh sehingga bisa mencegah kecacatan yang akan diderita jika kasus tersebut segera ditangani.