Audio Bumper

Tuesday, November 17, 2020

Menyikapi Kelangkaan MDT

Pernahkah terjadi kelangkaan kekosongan stok MDT di instansi Anda? Apa penyebabnya? Bagaimana menyikapinya? Apa solusinya?

Di Jawa Tengah sering terjadi kekosongan obat MDT tertentu. Yang relatif ready stock adalah MB Dewasa, karena kebutuhannya juga paling banyak. Jika Anda mengalami kekosongan PB dewasa atau anak, maka gunakanlah obat MB Dewasa untuk mengobati pasien PB anak/dewasa. Caranya dengan mengambil Lamprene atau Clofaziminenya dari blister MDT tersebut, maka obat MB tersebut sudah menjadi versi PB (minus Clofazimine).







Jika tidak ada obat MDT untuk anak, maka lakukanlah penyesuaian dosis sesuai kebutuhan anak seperti dalam tabel ini. Bentuk sediaan bisa diubah menjadi puyer (untuk Rifampisin), atau dibagi beberapa bagian (seperti Dapsone), atau menggunakan perhitungan tertentu seperti Clofazimine (bentuk cair) sesuai pedoman berikut ini:


Sunday, August 9, 2020

DBD elektronik, perangkat laporan DBD di Kabupaten Tegal


Pentingnya sistem informasi kesehatan, untuk mencatat, melaporkan, mendistribusikan data kesehatan . Selanjutnya dapat diorganisasikan sesuai dengan keperuntukannya. Terlebih data DBD, butuh keakuratan, keterkinian, dan kecepatan distribusi untuk pengambilan keputusan di lapangan. Mengingat DBD adalah salah satu penyakit potensial wabah yang butuh kewaspadaan dini dan respon cepat untuk menanggulangi kasus dan mengantisipasi penularan lebih lanjut.  

Dinas Kesehatan Provinis Jawa Tengah menginisiasi sebuah inovasi perangkat lunak berbasis program Microsoft Excel untuk memfasilitasi keperluan tersebut. Software "DBD elektronik", demikian mereka menyebutnya. Sebuah sistem informasi yang didesain untuk mekanisme pelaporan yang rutin, otomatis pengolahan data, lengkap, dan determinan dalam pendiagnosaan. Software ini telah direkomendasikan oleh komisi ahli DBD tingkat Provinsi Jawa Tengah. Dengan berbagai parameter klinis dan konfirmatif laboratoris, software ini mampu menyimpulkan diagnosa pasien tersebut apakah DBD, DD, DSS, ataupun bukan DBD/DD.

Kabupaten Tegal telah menerapkan DBD elektronik sejak awal tahun 2021, sebagai satu-satunya laporan yang paling lengkap dan bisa dipercaya dalam program pengendalian penyakit DBD. Dari entry-an data rekam medis penyakit Dengue di fasilitas rawat, data tersebut akan diteruskan berjenjang ke Dinas Kesehatan Kabupaten, Provinsi. Rekapitulasinya akan dilaporkan ke Kementerian Kesehatan RI. Software ini dilaporkan melalui email setiap hari Senin pada minggu berikutnya, ke alamat email: surveilanstegal@yahoo.co.id. Tentunya prosedur pengisian dan penulisan datanya secara teknis memiliki aturan yang perlu pahami dan disepakati oleh petugas rekam medis agar terjadi kesamaan persepsi. 
 
Misalnya dalam hal mengisi kolom gejala klinis. Petugas rekam medis harus mengetahui berapa kadar protein albumin dalam darah pasien, sehingga disebut hipoalbuminemia, Berapa ukuran tekanan darah pasien sehigga masuk kategori hipotensi. Berapa jumlah nadi pasien dalam satu menitnya sehingga masuk kategori nadi cepat. Kecermatan dalam hal ini penting karena data yang dimasukkan akan mempengaruhi algoritma pendiagnosaan yang telah dirumuskan. Kekeliruan entry data akan berimbas pada rekomendasi kekeliruan diagnosa. Sehingga pasien yang didiagnosa oleh dokter penanggungjawab sebagai DD, bisa jadi software menyimpulkannya berbeda. Problematika keakuratan data ini akan mengakibatkan rusaknya validitas data hingga ke pusat (Kemenkes). 

Untuk itu Dinas Kesehatan Kabupaten Tegal selalu rutin melakukan absensi ketepatan dan kelengkapan laporan DBD elektronik setiap minggunya. Dan melakukan validasi konfirmasi atas pengisian data tersebut. 

 


Wednesday, July 1, 2020

Skrining DBD

Bagaimana memastikan seseorang terkena DBD atau tidak? Dalam menanggapi rumor adanya kasus DBD di masyarakat atau saat kita melakukan penyisiran untuk menemukan apakah ada tambahan kasus dalam sebuah kegiatan Penyelidikan Epidemiologi, kita perlu melakukan verifikasi kasus. Ada tahapan dalam skrining (penyaringan) diagnosa penyakit DBD untuk memutuskan apa betul seseorang itu terkena penyakit DBD atau bukan.

Seseorang dinyatakan positif infeksi Dengue setelah melewati 3 tahap skrining diagnosa kasus DBD, yakni:
1. Tersangka (Suspek) DBD
2. Klinis  
3. Konfirmasi


Suspek Dengue

Diagnosa tersangka/ suspek DBD ditandai dengan demam tinggi (39 derajat celcius atau lebih) mendadak 2-7 hari, disertai manifestasi perdarahan. Manifestasi perdarahan ada 2, makro dan mikro. Perdarahan makro seperti muntah darah, mimisan, melena. Perdarahan mikro adalah seperti adanya ruam (bintik merah). Sekurang-kurangnya manifestasi perdarahan untuk seseorang dinyatakan suspek infeksi Dengue adalah ruam positif dari hasil uji torniquet/ Rumple Leed (test). Untuk itu petugas Puskesmas wajib membawa tensimeter untuk mengukurnya dan memutuskan suspek DBD di tahap skrining awal ini.


  


Jika seseorang dinyatakan suspek DBD, pertolongan pertama adalah memberinya banyak minum dan berikan obat penurun panas yang ada di pasaran. Kemudian rujuk penderita suspek DBD itu ke dokter untuk penyaringan diagnosa lebih lanjut, yakni tahap klinis. Jika seseorang tidak memenuhi kriteria suspek DBD, maka tidak perlu dilakukan skrining tahap kedua (klinis). Dia sudah gugur dan dinyatakan negatif DBD.


Diagnosa Klinis DBD

Diagnosa klinis hanya bisa diputuskan oleh tenaga medis. Jika seorang suspek DBD sudah dibawa ke tempat pelayanan kesehatan dan dokter mendiagnosanya sebagai observasi DD/DBD, atau infeksi DD/DBD, baik menjadi diagnosa utama ataupun tambahan, maka penderita tersebut perlu menjalani skrining tahap ketiga yakni konfirmasi laboratorium. Namun jika secara klinis dokter tidak mendiagnosanya sebagai observasi DD/DBD atau infeksi DD/DBD melainkan penyakit lainnya, maka pasien tersebut tidak perlu melanjutkan ke tahap skrining berikutnya (konfirmasi laboratorium). Pasien tersebut sudah dinyatakan bukan DD/DBD melainkan dia menderita penyakit lainnya. 


Konfirmasi Laboratorium

Konfirmasi laboratorium infeksi Dengue bisa dilihat dari hasil pemeriksaan Trombosit dan Haematokrit. Pasien dinyatakan DBD jika Trombosit kurang dari 100.000/uL dan kenaikan atau penurunan Haematokrit lebih dari 20%. Sementara pasien DD memiliki gambaran laboratorium Trombosit yang kurang dari  150.000/uL dan kenaikan atau penurunan Haematokrit lebih dari 5%.

Hasil laboratorium kenaikan atau penurunan Haemotokrit lebih dari 20% bisa tergambarkan dari tanda klinis asites, atau efusi pleura atau hipoprotein/ hipoalbuminemia. Seseorang yang telah melawati 3 tahap skrining inilah yang bisa dinyatakan positif terkonfirmasi infeksi Dengue (DD/DBD). 


Syarat Fogging

Fogging (pengasapan) DBD direkomendasikan untuk memutus mata rantai penularan DBD di lapangan. Untuk itu harus dibuktikan terlebih dahulu adanya 2 hal, yaitu:
1. Adanya penularan penyakit
2. Adanya vektor penyebab penularan

Adanya penularan infeksi dengue dibuktikan dengan adanya minimal 2 kasus infeksi Dengue (DD/DBD) dengan jarak domisili penderita kurang dari 100 meter dan jarak waktu sakit kurang dari seminggu. Jarak waktu sakit diambil dari tanggal awal demam penderita. Penularan juga digambarkan dengan adanya 1 penderita konfirmasi positif infeksi Dengue (DD/DBD) ditambah 3 suspek DBD dalam jarak tempat dan jarak waktu yang sama seperti kriteria sebelumnya. 

Batasan mengenai jarak tempat dan jarak waktu dibuat untuk menentukan apakah ada hubungan penularan di antara kasus yang sedang terjadi. Jika jarak tempat domisili antara dua kasus lebih dari 100 meter atau jarak waktu sakit lebih dari 1 minggu maka kedua kasus itu dinyatakan tidak ada hubungan penularan secara keilmuan epidemiologi. Artinya kedua kasus tersebut bisa saja kasus infeksi Dengue (DD/DBD) yang masing-masing berdiri sendiri dan tidak saling menularkan. Jika demikian, maka tidak perlu dilakukan pemutusan rantai penularan dengan pengasapan disitu.

Adanya tambahan 3 kasus suspek DBD yang menjadi kriteria kedua untuk dilaksanakannya fogging, diartikan juga sebagai adanya penularan kasus Dengue di lapangan. Hal ini merekomendasikan untuk dilaksanakannya fogging juga sebagai respon cepat pengendalian penyakit DBD di lapangan untuk mencegah KLB, tanpa perlu menunggu konfirmasi laboratorium pada 3 tambahan kasus suspek tersebut. Karena jika harus menunggu konfirmasi laboratorium 3 suspek DBD tersebut relatif membutuhkan waktu sedangkan penularan sudah diasumsikan terjadi di lapangan. Meskipun bisa saja ternyata 3 tambahan suspek Dengue tersebut hasilnya negatif setelah dikonfirmasi laboratorium lebih lanjut.

Kriteria fogging juga harus dibuktikan dengan adanya vektor penular penyakit ini yakni nyamuk Aedes Aegypti atau AedesAlbopictus. Hal ini dibuktikan dengan adanya jentik nyamuk sebanyak minimal 5% di area penularan kasus. Jika tidak ada bukti keberadaan vektor nyamuk di daerahnya, maka asumsinya penularan kasus terjadi bukan disitu. Bisa saja terjadi di luar area epidemiologis domisilinya. Mungkin kedua kasus tersebut memiliki hubungan faktor tempat penularan yang lain. Misalnya, kedua kasus tersebut bisa saja sekolah bersama di sebuah SD. Maka perlu dilakukan pemeriksaan kontainer di SD tersebut, mungkin penyebabnya ada disana. 

Jika benar ditemukan vektor penular di SD tersebut, maka lokasi fogging dilakukan di SD tersebut, bukan di sekitar rumah penderita. Jika tidak ditemukan ada hubungan faktor tempat penularan yang sama, maka tidak dilakukan fogging. Karena bisa saja keduanya adalah kasus yang tidak berhubungan secara epidemiologis. Bisa saja keduanya adalah kasus individu yang masing-masing tertular dari tempat yang berbeda, hanya saja kebetulan mereka mempunyai domisili yang sama. 

Sunday, June 28, 2020

VARIABILITAS CUACA DAN ASOSISASINYA DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI KABUPATEN TEGAL

Perubahan Perilaku Nyamuk Demam Berdarah Terkait Iklim dan ...

Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit tular vektor yang menyebar dengan cepat dan dapat menyebabkan kematian. Perubahan cuaca dan perubahan iklim secara tidak langsung mempengaruhi kejadian demam berdarah dengue. Kesesuaian elemen cuaca seperti curah hujan, suhu udara dan kelembapan udara dengan habitat nyamuk Aedes aegypti dapat meningkatkan risiko terjadinya kasus DBD di suatu daerah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara variabilitas cuaca dan kejadian DBD di Kabupaten Tegal tahun 2012-2018. Desain penelitian ini adalah ecological study atau peneitian dengan unit analisis tingkat populasi. Data di analisis secara kuantitatif dengan menggunakan menggunakan uji korelasi (spearman) untuk mengkorelasikan hasil indeks moran pada variabilitas cuaca dengan morbiditas demam berdarah. Hasil analisis variabilitas cuaca yaitu curah hujan (p = 0,879; r = 0,071), suhu udara (p = 0,023; r = -0,821) dan kelembapan udara (p = 0,879; r = -0,071). Variabel yang menjadi faktor risiko dalam kejadian DBD di Kabupaten Tegal adalah suhu udara. Kabupaten Tegal memiliki kondisi variabilitas cuaca yang berpotensi meningkatkan peluang terjadinya DBD sehingga diharapkan adanya upaya seperti mitigasi untuk menahan laju perubahan iklim, dan adaptasi dalam menghadapi dampak yang akan terjadi terutama terkait dengan pemberantasan DBD.

Artikel ilmiah oleh:
Fitra Tresna Asih Arieskha, Mursid Rahardjo , Tri Joko

Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Diponegoro, Jalan Prof. Soedarto, SH Tembalang, Semarang, 50275


DISTRIBUSI PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KABUPATEN TEGAL TAHUN 2017

Corona vs DBD di Indonesia, Siapa yang Lebih Ganas? DBD Sudah ...

Demam Berdarah Darah merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue, yang masuk ke peredaran darah manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Penyakit DBD muncul sepanjang tahun dan menyerang seluruh kelompok umur, penyakit ini berkaitan dangan kondisi lingkungan dan perilaku masyarakat. Kabupaten Tegal merupakan kabupaten dengan Case Fatlity Rate (CFR) tertinggi di Jawa Tengah pada tahun 2016 yaitu 4,6 %. Pembahasan : Artikel ini bertujuan untuk mengetahui distribusi penyakit DBD di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Tegal tahun 2017. Metode : Metode penelitian artikel ini adalah dengan pengumpulan data melalui studi pustaka, studi dokumen data-data sekunder, data dianalisis dengan mereduksi data, kompilasi, dan sajian data, dan terakhir penarikan kesimpulan dan saran. Kesimpulan : Jumlah penderita DBD di Kabupaten Tegal yang dilaporkan pada tahun 2017 sebanyak 610 kasus dengan jumlah kematian 20 orang, 340 berjenis kelamin lakilaki, 270 perempuan.

Artikel ilmiah oleh: Muhamad Zakki Saefurrohim , Isnaini Alfazcha Zukhruf
Kata kunci : Epidemiologi, DBD

ANALISIS FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP PENCEGAHAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KABUPATEN TEGAL MENGGUNAKAN REGRESI POISSON DAN BINOMIAL NEGATIF

Demam Berdarah - Pengertian, Gejala, Penyebab, Faktor Risiko ...

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti Pada tahun 1994 kasus DBD mulai menyebar ke 27 propinsi di Indonesia, termasuk Provinsi Jawa Tengah khususnya Kabupaten Tegal. Dinas Kesehatan Kabupaten Tegal mencatat banyak kasus DBD di Kabupaten Tegal pada tahun 2014 mencapai 526 Kasus. Analisis ini bertujuan untuk mengetahui faktor faktor yang mempengaruhi pencegahan penyakit DBD di Kabupaten Tegal. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah jumlah kasus DBD tahun 2014, sedangkan variabel independen yaitu jumlah puskesmas, tenaga kesehatan, jumlah penduduk, pelaksanaan pengasapan (fogging), dan rumah tangga pola hidup bersih dan sehat (PHBS). Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif, regresi poisson dan regresi binomial negatif. Sebelum melakukan analisis regresi poisson ada asumsi yang harus dilakukan, yaitu uji multikolinieritas untuk mengetahui hubungan antar variabel independen. Regresi poisson merupakan salah satu regresi nonlinier yang sering digunakan untuk memodelkan variabel respon berupa bilangan cacah. Model regresi poisson mempunyai asumsi equidispersi, yaitu dimana nilai mean dan variansi dari variabel respon bernilai sama. Hasil dari analisis regresi poisson ini adalah variabel jumlah puskesmas, tenaga kesehatan, jumlah penduduk, pelaksanaan pengasapan (fogging), dan rumah tangga pola hidup bersih dan sehat (PHBS) berpengaruh terhadap penyakit DBD, namun pada kenyataannya terjadi pelanggaran asumsi pada regresi poisson yaitu terjadinya overdispersi (nilai variansi lebih besar dari nilai meannya) sehingga model regresi poisson tidak tepat digunakan dalam penelitian ini. Maka langkah yang tepat untuk mengatasi terjadinya overdispersi yaitu dengan menggunakan regresi binomial negatif. Hasil dari analisis regresi binomial negatif ini hanya didapat variabel pelaksanaan pengasapan (fogging) yang berpengaruh terhadap penyakit DBD di Kabupaten Tegal. Kata kunci: multikolinieritas, overdispersi, regresi poisson, regresi binomial negatif.

Artikel ilmiah Oleh: Zami Amirudin Program Studi Statistika Fakultas Matematika Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Islam Indonesia 

Artikel ilmiah: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DEMAM BERDARAH DENGUE DI DINAS KESEHATAN KAB. TEGAL


Surveilans DBD merupakan salah satu kegiatan dalam pencegahan dan pengendalian kasus DBD. Tujuan penelitian untuk mengetahui input sistem surveilans Demam Berdarah Dengue di Dinas Kesehatan Kab. Tegal. Jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif dan desain fenomenologi. Infoman dalam penelitian ini terdiri dari 3 informan utama dan 4 informan triangulasi yang ditentukan dengan teknik purposive sampling. Teknik pengambilan data berupa wawancara mendalam. Analisis data dilakukan secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk narasi. Hasil penelitian menunjukkan tenaga (man) surveilans DBD belum sesuai pedoman. Sarana dan prasarana (material-machine) yang meliputi ketersediaan perangkat komputer/laptop, dan ketersediaan perangkat surveilans lain belum sesuai pedoman. Sedangkan sarana dan prasarana (material-machine) yang meliputi ketersediaan formulir surveilans DBD, ketersediaan alat tulis kantor, dan ketersediaan alat komunikasi sudah sesuai pedoman. Sasaran (market) informasi hasil surveilans sudah sesuai pedoman. Kebutuhan informasi hasil surveilans DBD sesuai dengan kebutuhan pengguna informasi. Pendanaan (money) surveilans DBD sudah sesuai pedoman. Metode (method) surveilans DBD yang terdiri dari ketersediaan pedoman evaluasi surveilans DBD dan ketersediaan SOP surveilans DBD sudah sesuai pedoman. Saran yang peneliti rekomendasikan adalah meningkatkan kemampuan dan jumlah tenaga surveilans DBD, dan meningkatkan jumlah sarana dan prasarana penunjang kegiatan surveilans DBD di Dinas Kesehatan Kab. Tegal.



Author Biography
Maulana Mufidz, Gedung F5 Lantai 2 FIK Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang, 50229
Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu Keolahragaan, Universitas Negeri Semarang, Indonesia

Mufidz, M. (2016). EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DEMAM BERDARAH DENGUE DI DINAS KESEHATAN KAB. TEGAL. Unnes Journal of Public Health, 5(2), 156-166.

References

Chadijah, S, dkk. 2011. Peningkatan Peranserta Masyarakat dalam Pelaksanaan Pemberantasan Sarang Nyamuk DBD (PSN-DBD) di Dua Kelurahan di Kota Palu Sulawesi Tengah, Media Litbang Kesehatan, Vol. 21, No. 4 Tahun 2011, Hal. 183-190.

Dinas Kesehatan Kab. Tegal, 2013, Profil Kesehatan Kab. Tegal 2012, Dinas Kesehatan Kab. Tegal, Tegal.

Dinas Kesehatan Jawa Tengah, 2014, Buku Saku Kesehatan Triwulan 3 Tahun 2013, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, Semarang.

Ditjen PPM dan PL Depkes RI, 2003, Surveilans Epidemiologi Penyakit (PEP) Edisi 1, Depkes RI, Jakarta.

Ditjen PP dan PL Kemenkes RI, 2011, Modul Pengendalian Demam Berdarah Dengue, Kemenkes RI, Jakarta.

Ditjen PP dan PL Kemenkes RI, 2013, Profil Pengendalian dan Penyehatan Lingkungan tahun 2012, Kemenkes RI, Jakarta.

Frans, YS, Antonius S, Dibyo, P, 2010, Evaluasi dan Implementasi Sistem Surveilans Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kota Singkawang-Kalimantan Barat tahun 2010, BALABA, Vol. 8, No. 1, Tahun 2011, Hal. 5-10.

Laras, P, 2010, Evaluasi Sistem Surveilans DBD Berdasarkan Komponen dan Atribut Surveilans di DKK Trenggalek, Thesis, Unair, Surabaya.

Lasut, D, dkk, 2009, Karakteristik Dan Pergerakan Sebaran Penderita DBD Berdasarkan Geographic Information System Sebagai Bagian Sistem Informasi Surveilans di Kecamatan Karawang Barat Kabupaten Karawang Provinsi Jawa Barat, Aspirator, Vol. 1, No. 1, Tahun 2009, Hal. 41-45.

Natalia, A, 2012, Gambaran Pelaksanaan Surveilans Epidemiologi Penyakit Demam Berdarah Dengue Ditinjau Dari Aspek Petugas Di Tingkat Puskesmas Kota Semarang Tahun 2011, Jurnal Kesehatan Masyarakat, Vol. 1, No. 2, Tahun 2012, Hal. 262 – 271.

Notoatmodjo, S, 2010, Metodologi Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta

Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi Kemenkes RI, 2010, Buletin Jendela Epidemiologi: Demam Berdarah Dengue, Kemenkes RI, Jakarta.

Rahayu, T, 2012, Evaluasi Pelaksanaan Program Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Demam Berdarah Dengue di Wilayah Kerja Puskesmas Ketapang 2 (Studi di Kecamatan Mentawa Baru Ketapang Kabupaten Kotawaringin Timur Propinsi Kalimantan Tengah), Jurnal Kesehatan Masyarakat, Vol. 1, No. 2, Tahun 2012, Hal. 479 – 492.

Siyam, N, 2010, Fasilitasi Pelaporan KD-RS dan W2 DBD Untuk Meningkatkan Pelaporan Surveilans DBD. KEMAS, Vol. 8, No. 2, Tahun 2013, Hal. 113-120.

Sugiyono, 2008, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, Penerbit AlfaBeta, Bandung.

Sulistya, 2006, Evaluasi Kegiatan Pelaksanaan Surveilans Malaria Di Dinas Kesehatan Kab.Sleman Tahun 2005, Thesis, Undip, Semarang.

Sukowinarsih, ET, 2010, Hubungan Sanitasi Rumah dengan Angka Bebas Jentik Aedes Aegypti, KEMAS, Vol. 6, No. 1, Tahun 2010, Hal. 30-35.

Widiarti, dkk, 2009, Deteksi Antigen Virus Dengue pada Progenl Vektor Demam Berdarah dengan Metode Imunohistokimia, Buletin Penelitian Kesehatan, Vol. 37, No. 3, Tahun 2009, Hal. 126-136.

Wuryanto, MA, 2008, Surveilans Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Permasahannya Di Kota Semarang Tahun 2008, Disajikan pada Seminar Nasional Mewujudkan Kemandirian Kesehatan Masyarakat Berbasis Preventif dan Promotif, 13 Maret 2010, Semarang.

Monday, June 22, 2020

Infeksi Dengue di Kabupaten Tegal yang dirawat pada tahun 2019

Total ada 1834 kasus infeksi dengue yang menyerang warga Kabupaten Tegal di Tahun 2019.  Mereka dirawat tersebar di beberapa Rumah Sakit. Rumah Sakit yang merawat paling banyak penderita Dengue warga Kabupaten Tegal adalah RSUD Dr. Soeselo dengan 684 pasien. Kedua pasien Dengue terbanyak adalah RSI PKU Muhammadiyah dengan 455 pasien. Ketiga terbanyak adalah RSI Harapan Anda, meskipun letaknya di Kota Tegal namun cukup banyak warga Kabupaten Tegal yang dirawat karena Dengue disana, yaitu sejumlah 312 pasien.


Daftar jumlah pasien indeksi Dengue di Kabupaten Tegal yang dirawat inap pada tahun 2019:

RSUD Dr. Soeselo 684
RSI PKU Muhammadiyah 455
RS Harapan Anda Kota Tegal 312
RSUD Suradadi 91
RS Palaraya 77
RS Kardinah 64
RS TK.IV DKT 52
RS Adella 48
RS Mitra siaga 42
Puskesmas Jatinegara 3
RS Hawari essa 3
RS Mitra Keluarga Kota Tegal 2
RS Dr. Azhari Kota Tegal 1
 

Monday, May 25, 2020

Dosis insektisida

Dosis Insektisida Untuk Fogging dan ULV

DOSIS INSEKTISIDA UNTUK PENGASAPAN/FOGGING DAN ULV
NoJenis InsektisidaDosis Insektisida
Merk DagangBahan AktifGolonganPenyemprotan FoggingPenyemprotan ULV
1Gintanthion (Malathion 96%)MalathionOrganphosphat480-500 ml dlm 10 ltr Solar/Minyak tanah/ per HaMurni (100%)
2Malathion 95 ECMalathionOrganphosphat480-500 ml dlm 10 ltr Solar/Minyak tanah / per HaMurni (100%)
3Drexelthion 96 TCMalathionOrganphosphat480-500 ml dlm 10 ltr Solar/Minyak tanah / per HaMurni (100%)
4Actelic 500 ECMetil PirimifosOrganphosphat150-200 ml dlm 10 ltr Solar/ Minyak tanah/ per Ha200-400 ml/liter Solar/ Minyak tanah/ Air
5Lorsban 480 ECChlor PyrifosOrganphosphat100 ml dlm 10 ltr Solar/Minyak tanah200 ml/liter Solar/Minyak tanah
6Cynoff 25 ULVSipermethrinSintetic pyrethroid400 ml dlm 10 ltr Solar/Minyak tanahMurni (100%)
7Seruni 100 ECSipermethrinSintetic pyrethroid120-150 dlm 10 ltr Solar/Minyak tanah/Air/ per Ha250 ml/ltr Solar/ Minyak tanah/Air
8Cyplus 50 ECSipermethrinSintetic pyrethroid200-250 ml dlm 10 ltr Solar/Minyak tanah/ per Ha500 ml/ ltr Solar/ Minyak tanah/ Air
9ICON 25 ECLamda SihalothrinSintetic pyrethroid80-100 ml dlm 10 ltr Solar/Minyak tanah/ per Ha160 ml/ ltr Solar/ Minyak tanah/ Air
10Kenanga 25 ECLamda SihalothrinSintetic pyrethroid75-100 ml dlm 10 ltr Solar/Minyak tanah/ per Ha150 ml/ ltr Solar/ Minyak tanah/ Air
11SOLFAC 50 ECCifluthrinSintetic pyrethroid75-100 ml dlm 10 ltr Solar/Minyak tanah/ per Ha150 ml/ ltr Solar/ Minyak tanah/ Air
12Able 50 EC  200 ml dlm 10 ltr Solar 
13Lovlan 440 w  525 ml dlm 10 ltr airMurni 100%
Contoh cara membuat campuran insektisida dengan pelarutnya :
1. Misal bahan aktifnya malathion
  • Ambil wadah / jerigen dengan volume 10 literan
  • Takar insektisida sebanyak 500 ml dan tuangkan ke dalam jerigen tersebut diatas
  • Isi jerigen yang telah terisi insektisida tersebut dengan solar sebanyak 10 liter – 500 ml (950 ml/9,5 ltr}
  • Maka jadilah larutan solar campur insektisida sebanyak 10 ltr
  • Larutan ini bisa dipakai untuk area seluas 1 hektar are
2. Misal bahan aktifnya Metil Pirimifos (Actelic 500 EC)
  • Ambil wadah / jerigen dengan volume 10 literan
  • Takar insektisida sebanyak 200 ml dan tuangkan ke dalam jerigen tersebut diatas
  • Isi jerigen yang telah terisi insektisida tersebut dengan solar sebanyak 10 liter – 200 ml (980 ml/9,8 ltr}
  • Maka jadilah larutan solar campur insektisida sebanyak 10 ltr
  • Larutan ini bisa dipakai untuk area seluas 1 hektar are
3. Misal bahan aktifnya Lamda Sihalothrin (Icon 25 EC)
  • Ambil wadah / jerigen dengan volume 10 literan
  • Takar insektisida sebanyak 100 ml dan tuangkan ke dalam jerigen tersebut diatas
  • Isi jerigen yang telah terisi insektisida tersebut dengan solar sebanyak 10 liter – 100 ml (990 ml/9,9 ltr}
  • Maka jadilah larutan solar campur insektisida sebanyak 10 ltr
  • Larutan ini bisa dipakai untuk area seluas 1 hektar are

Tuesday, May 12, 2020

DBD terus meningkat di masa pandemi Covid

Awas, jangan lengah! tren pandemi covid-19 menyita banyak perhatian kita. Jangan sampai kita lalai akan pentingnya melakukan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) untuk mencegah DBD. Hingga minggu ke-18 tahun 2020 ini, jumlah kasus DBD di Kabupaten Tegal mencapai angka 207, dengan 4 kasus kematian. Sejauh ini fogging sudah dilakukan sebanyak 47 titik. Dibandingkan hingga periode yang sama pada tahun lalu, jumlah kasus DBD mencapai angka 197 dengan 1 kasus kematian. 


Kasus DBD tahun ini tersebar di seluruh kecamatan, di 28 wilayah Puskesmas di Kabupaten Tegal. Usia kematian kasus DBD pada tahun ini semuanya adalah anak-anak. Pada akhir tahun 2019. Jumlah desa endemis yang 3 tahun terakhir selalu ada kasus DBD adalah 21 desa. Jumlah desa sporadis yang dalam 3 tahun terakhir terdapat kasus DBD adalah 187 desa. Sementara jumlah desa potensial yang dalam 3 tahun terakhir tidak ada kasus DBD namun ada faktor penular adalalah 79 desa.

Peningkatan kasus ini perlu diwaspadai. Tata laksana kasus DBD di lapangan ada 4, yakni penyuluhan, pemberian larvasida, penggerakan masyarakat untuk melakukan PSN, dan pengasapan (fogging) sesuai kriteria. Dengan adanya masa tanggap darurat Covid-19, tata laksana DBD di lapangan mengalami perubahan protokol. Hal ini mengingat adanya anjuran pada warga untuk tetap dirumah, social dan physical distancing.

Kementerian Kesehatan RI melalui surat edaran nomor HK.02.02/IV/2360/2020, memberikan petunjuk agar kegiatan penyelidikan epidemiolgi DBD tetap dilaksanakan dengan tanpa masuk ke rumah warga. Petugas Puskesmas yang akan melakukan penelusuran kasus diharap untuk melakukan wawancara dengan menggunakan masker dan dilakukan di luar rumah. Pemeriksaan jentik nyamuk pada kontainer-kontainer rumah warga, dilakukan oleh penghuni rumah dengan terlebih dahulu diedukasi mengenai prosedurnya. Kegiatan 1 rumah 1 jumantik pun tetap dianjurkan dilaksanakan dengan prosedur demikian.

Petugas fogging pun diwajibkan menggunakan masker dan menerapkan social distancing. Fogging dilakukan di area sekitar luar rumah untuk menghindari kerumuman warga di luar rumah. Jadi, warga tetap di dalam rumah dengan menutup pintu dan jendela mereka. Pengendalian vektor Dengue di dalam rumah dilaksanakan oleh penghuni rumah dengan PSN dan penyemprotan menggunakan spray/pestisida rumah tangga secara swadaya.

Pandemi Covid, NLR beri bantuan sosial penderita kusta

Tanggap darurat pandemi Covid-19 menganjurkan kita untuk tinggal di rumah saja, mengharuskan kita melakukan social dan physical distancing. Protokol ini berimbas pada banyak hal. Terbatasnya mobilitas fisik membuat roda perekonomian melamban, pelayanan kesehatan berkurang intensitasnya. Tak terkecuali untuk para OYPMK (Orang Yang Pernah Menderita Kusta) di Kabupaten Tegal. Sebelum pandemi saja mereka memiliki banyak keterbatasan dan kondisi sosial ekonomi yang "kurang beruntung". Seperti yatim piatu, ditinggal keluarganya, dikucilkan, menderita cacat Tk. II, tidak bekerja. Ada juga yang masih aktif berobat, mempunyai tambahan penyakit lain seperti kencing manis, gangguan hati, sedang dalam stadium reaksi berat. 

Hal ini membuat NLR (Netherland Leprosy Relief), sebuah NGO (Non Government Organization) asal Belanda untuk program penyakit kusta di Indonesia menginisiasi program bantuan sosial untuk OYPMK yang terdampak pandemi Covid-19. Sebanyak 5 OYPMK yang telah diseleksi mendapatkan bantuan berupa bahan makanan, perlengkapan kesehatan, suplemen kesehatan, dan bantuan uang tunai. Bantuan tersebut langsung diterima oleh OYPMK melalui 5 Puskesmas di Kabupaten Tegal pada awal Mei 2020.  



Dosis MDT kusta pada anak


Lebih tepatnya dosis disesuaikan dengan berat badan. Rifampisin 10 mg/kg/dalam sehari Dapsone 1.5 mg/kg/dalam sehari Clofazimine: 1 mg/kg/ dalam sehari

Sunday, May 3, 2020

Pemeriksaan BTA kusta (Skin Smear)

Pemeriksaan ini dilakukan untuk konfirmasi kasus kusta. Menjadi pilihan terakhir jika pemeriksaan fisik tidak mendapatkan kepastian namun pasien memiliki resiko kusta. Menjadi pilihan terakhir untuk menentukan type kusta juga jika pemeriksaan fisik meragukan. Pemeriksaan ini dilakukan dengan kerokan telinga pasien. Di Kabupaten Tegal baru 5 laboratorium Puskesmas yang bisa melakukannya yakni: Puskesmas Adiwerna, Dukuhturi, Kramat, Warureja, Kupu

Thursday, April 23, 2020

Efektivitas pemeriksaan kontak erat kusta

Di manakah kita bisa menemukan pasien baru kusta? Maka kontak erat-lah jawabannya. Kontak erat pasien kusta adalah orang yang sering bertemu dengan penderita kusta yang belum diobati, minimal 20 jam per minggu. Merekalah yang paling beresiko terpapar penularan kusta. Berikut ini siapa saja yang termasuk kontak erat pasien kusta:


1. Kontak serumah
Ini bisa dibilang paling beresiko, yakni di mana pasien berdomisili secara tetap. Kontak serumah mengalami paparan lebih dari 3 jam sehari dengan penderita. Itulah mengapa masyarakat awam menduga penyakit ini seperti keturunan. Dulu orang tuanya kena kusta, kini anaknya juga menderita kusta. Kejadian ini sebenarnya disebabkan karena tingginya instensitas keluarga bertemu penderita secara terus menerus dalam rumah, bukan keturunan genetika.

2. Kontak kerja 
Waspadai pula kontak kerja. Dalam sehari kita bertemu dengan rekan kerja minimal sekitar 7 jam. Inilah mengapa kontak lingkungan kerja masuk dalam resiko penularan.

3. Kontak sosial/ sepermainan
Bagi penderita tertentu, mereka memiliki dunia pergaulan atau pertemanan dengan orang-orang tertentu yang kerap ditemui, bahkan hampir setiap hari. Meskipun bukan tetangga, bukan pula rekan kerja.

4. Kontak tetangga
Penularan kusta yang terjadi melalui pernapasan dalam radius 5 meter memungkinkan tetangga penderita juga masuk dalam resiko paparan penyakit ini. Tetangga yang terdekat dari rumah kasus utama akan terlebih dahulu menjadi prioritas sasaran pemeriksaan kontak erat kusta daripada yang rumahnya lebih jauh.

Di luar faktor frekuensi dan durasi pertemuan dengan penderita, tentu ada faktor lain yang menentukan apakah kontak pasien tersebut akan tertular atau tidak. Angkanya, dari 100 orang yang terpapar, 95 diantaranya tidak akan tertular karena kekuatan antibodinya. Sisanya, 3 orang akan tertular namun sembuh dengan sendirinya, dan akhirnya hanya 2 orang saja yang akan tertular sakit dan butuh pengobatan untuk bisa sembuh. 

Pemeriksaan kontak erat kusta dilakukan setidaknya 5 kali, yaitu:

1. Pada saat awal penemuan kasus baru kusta

Begitu ada pasien kusta baru ditemukan, kita melakukan pemeriksaan kontak erat. Tujuan kegiatan ini ada 2 yaitu mencari kemungkinan adanya penderita tambahan lain dan mencari kemungkinan si penular.   

Dalam permeriksaan di awal penemuan kasus baru ini, perlu dilakukan tracking siapa saja kontak eratnya, di mana dan dengan siapa sajakah pasien domisili, bergaul, kerja, bermain, berhubungan dalam rentang waktu 2-5 tahun yang lalu.

Ingat, ada masa inkubasi ini yang harus menjadi bahan pertimbangan untuk menentukan siapa kontak eratnya. Kita fokus ke orang yang kontak intens dengan pasien pada 2-5 tahun yang lalu itu karena kemungkinan terbesar di saat-saat itulah pasien ini tertular.

Saat mencari tambahan kasus serupa, bisa disisir melalui siap sajakah yang menjadi kontak dari si penular (jika si terduga penular sudah ditemukan). Misalkan, ditemukan riwayat ternyata 3 tahun yang lalu penderita baru ini tinggal bersama dengan pamannya di desa sebelah. Maka, perlu ditanyakan dengan siapa lagi saat itu dia tinggal. Jika saat itu mereka tinggal bersama orang lain misalnya dengan keluarga pamannya itu, maka perlu dilakukan pemeriksaan adakah kasus tambahan pada keluarga pamannya itu.         

2. 2-5 tahun setelah ditemukan pasien kusta tersebut.

Tujuan pemeriksaan kontak erat setelah 2-5 tahun kemudian, adalah untuk menemukan adakah kasus yang tertular oleh indeks kasus (kasus utama) tadi. Dasar pemikirannya adalah indeks kasus tadi bisa saja sudah menularkan ke kontak eratnya sebelum diobati MDT. Jika rata-rata masa inkubasi kusta adalah 2-5 tahun, maka tahun 2020 ini dilakukan pemeriksaan pada kontak erat pasien kusta yang ditemukan pada tahun 2014-2017.

Jika dihitung, 2014-2017 adalah 3-6 tahun jaraknya dari tahun 2020. Mengapa bukan kontak erat pasien yang ditemukan di tahun 2015-2018? Hal ini diperhitungkan karena agar yang diperiksa adalah kontak erat yang benar-benar sudah genap melewati rata-rata masa inkubasi (2-5 tahun). Jika ada pasien yang ditemukan di akhir tahun 2015, dan pemeriksaan kontak eratnya dilakukan di pertengahan tahun 2020, maka dia belum genap melewati 5 tahun. Atau jika ada pasien kusta yang ditemukan di akhir tahun 2018, dan pemeriksaan kontak eratnya dilakukan di pertengahan 2020, maka dia belum genap 2 tahun.  


Hambatan pemeriksaan kontak erat kusta

Hambatan yang paling sering dijumpai adalah ketika tidak semua kontak erat bisa dijumpai pada saat pemeriksaan. Petugas Puskesmas melakukan kunjungan ke rumah indeks kasus pada jam kerja, dan beberapa kontak eratnya juga sedang bekerja sehingga tidak bisa ditemui. Kalaupun hanya berpesan untuk memeriksa bercak secara mandiri oleh keluarga, efektivitasnya masih diragukan apakah mereka benar mau memeriksanya. Meskipun hal ini sedikit bisa terbantu dengan adanya form cari bercak yang secara tanggungjawab moral diserahkan kepada kepala keluarga dan ditagih kembali oleh kader keesokan harinya.

Hambatan lain adalah kurang intensifnya pemeriksaan petugas saat pemeriksaan kontak erat. Puskesmas hendaknya melakukan pemeriksaan ini dengan minimal 2 petugas, laki-laki dan perempuan. Pemeriksaan adanya bercak hendaknya dilakukan dengan benar-benar secara inspeksi. dengan membuka pakaiannya. Tidak hanya bertanya, "Apakah ada bercak yang ada di tubuh Anda?" Artinya, data yang didapat haruslah data objektif bukan subjektif. Apalagi jika pertanyaan itu ditujukan kepada seseorang tentang kondisi kulit anggota keluarganya tanpa dia melihat langsung  secara pasti kondisi kulitnya. Misalkan dengan bertanya, "Kira-kira anak Anda yang sedang sekolah itu ada bercaknya tidak ya, Pak?" Pasti validitas datanya tidak bisa kita andalkan.



Hasil pemeriksaan kontak erat kusta di Kabupaten Tegal pada tahun 2018 dan 2019 menemukan sejumlah kasus baru. Kontak erat dari kasus temuan lama yang diperiksa, baru difokuskan pada kontak pasien MB lama. Sementara untuk pemeriksaan kontak erat kasus baru, adalah pada kontak erat pasien kusta baru semua tipe (PB dan MB)

Tahun 2018, ada 6875 kontak erat yang diperiksa, dari 688 penderita kusta tipe MB yang ditemukan tahun 2012-2015 (50% dengan asumsi 20 kontak erat tiap indeks kasusnya). Dari situ ditemukan 19 kasus baru (0,27%). Sementara pemeriksaan pada 2084 kontak erat dari 132 kasus baru yang ditemukan berjalan di tahun 2018, mendapat temuan 7 kasus baru (0.33%)

Pada tahun 2019, dilaporkan ada 10.036 kontak erat yang diperiksa, dari 776 penderita kusta tipe MB yang ditemukan tahun 2013-2016 (64.6% dengan asumsi 20 kontak erat tiap indeks kasusnya). Dari kegiatan itu ditemukan 16 kasus baru kusta (0,16%). Sementara pada 178 penderita baru temuan tahun itu, pemeriksaan kontak erat dilakukan pada 2383 orang dan mendapat temuan kasus baru sejumlah 7 orang (0.29%).
  

Artikel ditulis oleh: Bagus Johan Maulana, SKM
Wasor Kusta Dinas Kesehatan Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah