Audio Bumper

Sunday, January 28, 2018

Kasus Kusta Meningkat



29 Januari 2018 | Suara Pantura
  • 2017, Ada 208 Penderita

SLAWI- Penemuan kasus penyakit kusta di Kabupaten Tegal meningkat. Jika pada 2016 ada temuan kasus baru kusta hingga 198 penderita, pada 2017 ditemukan kasus baru sebanyak 208 penderita. Kepala Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes Kabupaten Tegal, Ari Dwi Cahyani mengatakan, pihaknya berusaha meminimalkan kasus kusta pada 2019 sesuai target dari Dinkes Jateng.
”Angka prevalensi kusta kurang dari 1/10.000 penduduk, tetapi selama ini di Kabupaten Tegal angka prevalensinya masih lebih dari 1/10.000. Artinya di antara 10.000 penduduk, terdapat satu penderita kusta,” sebut Ari saat ditemui pada acara peringatan Hari Kusta se-dunia di Alunalun Hanggawana, Slawi, Minggu (28/1).
Untuk mencapai target eliminasi kusta pada 2019, Dinkes Kabupaten Tegal berupaya menemukan sebanyak mungkin penderita kusta. Hal ini untuk mencegah penularan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae tersebut. ”Sumber penularan kusta saat ini adalah penderita yang belum diobati. Kami terus melakukan intensifikasi penemuan kusta,” jelas Ari.
Intensifikasi penemuan kusta, sambung dia, di antaranya dengan melakukan pemeriksaan fisik pada keluarga dan lingkungan penderita kusta yang ditemukan sejak 2012 hingga saat ini. Kemudian dengan melibatkan anggota keluarga, untuk mengenali bercak yang ada di tubuhnya atau intensifikasi case finding, serta sosialiasi kepada masyarakat.
Ari menyebutkan, untuk kasus kusta yang disertai komplikasi, pemerintah telah bekerja sama dengan RS Donorojo di Kelet, Jepara yang merupakan satu-satunya RS kusta di Jateng. Di RS itu, penderita kusta yang disertai komplikasi ditangani dengan bedah rekonstruksi, sehingga mereka bisa aktif kembali dan dapat menggerakkan anggota tubuhnya. Adapun untuk angka kecacatan penderita kusta di Kabupaten Tegal sampai saat ini masih tinggi.
Dari penderita kusta baru yang ditemukan, 10 sampai 11 persen di antaranya telah mengalami cacat akibat penyakit tersebut. ”Angka cacat yang standar lima persen, namun di Kabupaten Tegal lebih dari itu, yakni mencapai 10 sampai 11 persen,” jelasnya.
Mudah Dikenali
Menurutnya, setiap tahun dari penemuan kasus baru kusta, sedikitnya ditemukan 20 penderita yang mengalami cacat tingkat II (cacat yang kelihatan). Dijelaskan, gejala awal penyakit kusta mudah dikenali.
Di antaranya, ada bercak berwarna putih atau merah pada tubuh tanpa mati rasa. Namun karena penderita tidak merasa terganggu dengan bercak tersebut, maka tidak segera memeriksakan diri. ”Setelah bercak melebar biasanya baru periksa,” ungkapnya. Adapun untuk pengobatan kusta, penderita bisa mendapatkan obat di puskesmas secara gratis.
Sementara itu, peringatan Hari Kusta se-dunia yang jatuh pada 29 Januari, diperingati dengan menggelar penampilan pantomim dan monolog. Pantomim dan monolog dimainkan oleh staf Dinkes Bagus Johan Maulana, mengekspresikan diri sebagai penderita kusta yang sudah terlanjur menderita cacat. Cacat dalam kusta bisa berupa tidak bisa menutup kelopak mata dengan rapat, telapak tangan atau kaki yang mati rasa, dan jari yang kiting atau mengalami kelainan bentuk.
Terkait tingginya angka kecacatan penderita kusta di Kabupaten Tegal, Kepala Dinkes Kabupaten Tegal dokter Hendadi Setiaji mengimbau masyarakat agar waspada. Sebab, banyak penderita yang menganggap bercak kulit yang mati rasa itu bukan masalah. Bahkan seringkali dianggap panu, padahal itu tanda utama kusta. Mereka baru mengunjungi petugas kesehatan setelah terjadi cacat kusta. Kasus yang tersembunyi inilah yang diam-diam menularkan pada anggota keluarga terdekat seperti anak-anak, lantaran daya tahan tubuhnya rentan.
Penyakit ini kadang menimbulkan stigma buruk di masyarakat. Seringkali, penderita kusta dikucilkan karena dianggap penyakit kutukan yang tidak bisa sembuh dan sangat menular. Padahal kusta bisa sembuh total dan tidak menular, jika berobat teratur. Menularnya kusta, menurutnya, butuh waktu kontak erat bertahun-tahun.
Hanya saja cacat yang sudah terlanjur permanen, kadang membuat penderita merasa malu dan rendah diri dalam berinteraksi sosial yang akhirnya mereka merasa tidak produktif. Dinas Sosial juga terus berupaya memberdayakan orang yang pernah menderita kusta dan mengalami cacat dengan berbagai pelatihan kerja. Mereka tergabung dalam komunitas Difable Slawi Mandiri. (H45-73,69

SM/Cessnasari - TAMPILKAN PANTOMIM: Penampilan pantomim dan monolog menyemarakkan peringatan Hari Kusta se-Dunia di Alun-alun Hanggawana, Slawi, Minggu (28/1). (73)

No comments:

Post a Comment