Audio Bumper

Wednesday, September 28, 2022

Data Endemisitas DBD di Tegal tahun 2021

Desa endemis DBD adalah desa yang dalam 3 tahun terakhir terjadi kasus DBD setiap tahunnya berturut-turut. Desa sporadis adalah desa yang dalam 3 tahun terakhir terdapat kasus DBD namun tidak terjadi secara berturut-turut setiap tahunnya. Sementara desa potensial DBD adalah desa yang dalam 3 tahun terakhir tidak terdapat kasus DBD namun berpotensi menjadi tempat penularan DBD karena ditemukan adanya jentik nyamuk.



Kategorisasi endemisitas ini berguna untuk membantu programer membuat perencanaan dalam kegiatan sosialisasi, pengerahan masyarakat untuk PSN, abatisasi, pembuatan teknologi tepat guna seperti larvitrap, dan kegiatan pemantauan jentik seperti Gerakan 1 rumah 1 jumantik. 

Kategorisasi ini juga dapat membantu kita untuk membuat data analisis peta sebaran penyakit DBD. Data endemisitas ini bisa dibuat setelah tahun tersebut berakhir. Misalnya, tahun 2022 ini kita hanya bisa menentukan data endemisitas DBD sampai dengan akhir tahun 2021.

Jumlah desa endemis DBD di Kabupaten Tegal sampai dengan akhir tahun 2021 adalah 41 desa, sementara desa sporadis berjumlah 173 desa, dan desa potensial berjumlah 73 desa.



Monday, September 19, 2022

20 Puskesmas di Kabupaten Tegal Siap Layani Pemeriksaan BTA Skin Smear Kusta

Salah satu tanda utama penyakit kusta, selain adanya bercak mati rasa dan penebalan saraf tepi adalah hasil pemeriksaan BTA (Basil Tahan Asam) Skin Smear. Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara mengambil sampel dari kerokan kulit penderita kusta untuk dilakukan pemeriksaan dengan mikroskop. 
 

 


Pemeriksaan BTA Skin Smear ini diindikasikan untuk kasus yang dicurigai atau memiliki risiko tinggi tertular kusta namun tidak ditemukan tanda utama kusta. Pemeriksaan ini juga dilakukan memastikan tipe kusta dan kasus relaps (kambuh). Pemeriksaan BTA Skin Smear Kusta ini mencakup 2 pemeriksaan, yakni Indeks Bakteriologi (IB) dan Indeks Morfologi (IM). 

IB adalah untuk menentukan seberapa banyak kuman kusta dalam suatu lapang pandang. Sementara IM adalah prosentasi berapa jumlah kuman yang masih utuh di antara kuman yang diperiksa. 

Dalam Permenkes nomor 11 tahun 2019 tentang Penanggulangan Kusta, menjelaskan tentang kasus relaps atau kambuh terjadi bila sebelumnya penderita kusta sudah pernah dinyatakan sembuh atau telah menyelesaikan pengobatan MDT (Muli Drug Therapy), namun timbul lesi kulit baru di tempat yang berbeda dan bukan lesi lama yang bertambah aktif. Penderita Kusta juga dinyatakan relaps jika terdapat penebalan saraf (tepi) baru yang disertai defisit (gangguan fungsi) neurologis yang sebelumnya tidak ada.

Untuk menyatakan relaps harus dikonfirmasikan kepada pengelola program atau dokter yang memiliki kemampuan klinis dalam mendiagnosis relaps. Untuk relaps MB, jika pada pemeriksaan ulang BTA setelah RFT terjadi peningkatan Indeks Bakteri 2+ (level) atau lebih bila dibandingkan dengan Indeks bakteri saat diagnosis. Apabila tidak dilakukan pemeriksaan BTA saat diagnosis dapat dilakukan pemeriksaan Indeks Morphology (IM). Bila hasil Indeks Morphology positif maka dinyatakan relaps.

Penderita relaps dapat diberikan MDT maksimal sampai dengan 24 bulan dengan follow up pemeriksaan IM setiap 3 bulan. Jika IM sudah negatif maka MDT dihentikan. Jika di akhir bulan ke-24 hasil IM masih positif maka harus dilakukan pemeriksaan resistensi MDT.

Dengan demikian, untuk penegakan diagnosa dan tata laksana kasus relaps sangat membutuhkan kemampuan pemeriksaan BTA skin smear kusta di lapangan. Untuk itu, bulan Agustus ini Dinas Kesehatan Kabupaten Tegal telah melakukan On the Job Training (OJT) pemeriksaan BTA skin smear kusta ke beberapa puskesmas, sehingga sekarang semua puskesmas di kabupaten Tegal sudah siap melayani pemeriksaan BTA skin smear Kusta. (bjm/epid)