Audio Bumper

Wednesday, February 26, 2025

Kemoprofilaksis 2025

Kemoprofilaksis kusta adalah tindakan pencegahan penyakit kusta dengan pemberian obat tertentu. Dalam hal ini adalah Rifampicin. Kemoprofilaksis kusta di Kabupaten Tegal sudah dimulai sejak tahun 2020. Kabupaten Tegal saat itu menjadi percontohan kegiatan Kemoprofilaksis pertama di Jawa Tengah.

Diharapkan, 5 tahun sejak pertama diberikan penemuan kasus kusta baru akan menurun teratur secara signifikan karena efek perlindungan yang diberikan. Kegiatan ini akan terus diberikan pada kontak erat pasien baru yang ditemukan. Berikut ini alokasi obat Rifampisin untuk Kemoprofilaksis di Kabupaten Tegal tahun 2025.     



Monday, January 20, 2025

SITASIA: Sistem Informasi Kusta dan Frambusia

 

sitasia.online/login.html

Thursday, January 16, 2025

Desa endemis DBD tahun 2024

Desa endemis DBD naik tahun 2024 menjadi 66 desa. Setelah sebelumnya di tahun 2023 hanya 46 desa. Desa endemis adalah desa yang selama 3 tahun berturut-turut terdapat kasus DBD. Tentunya desa endemis ini harus mendapat perhatian lebih dari desa yang sporadis/potensial. 



Desa sporadis DBD adalah desa yang dalam 3 tahun terakhir terdapat kasus DBD, namun tidak berturut-turut. Tahun 2024 ada 43 desa sporadis DBD di Kabupaten Tegal. Sementara desa potensial DBD adalah desa yang dalam 3 tahun terakhir tidak terdapat kasus DBD sama sekali namun ada potensi berupa ditemukannya jentik nyamuk pada desa tersebut. Desa potensial DBD tahun 2024 jumlahnya ada 178 desa.

Berikut ini data desa endemis DBD tahun 2024:

  


Sebuah desa menjadi endemis DBD bisa jadi karena beberapa faktor:
1. Perilaku masyarakat dalam melakukan 3M plus
2. Cuaca, curah hujan, suhu, kelembapan udara
3. Faktor mobilitas/kontak sosial penduduk
4. Faktor kesehatan lingkungan

Wednesday, January 15, 2025

Kros Notifikasi kasus DBD


Kasus DBD luar wilayah, apa yang harus dilakukan? Pastilah dikoordinasikan atau sering juga disebut kros notifikasi/cross notification/ notifikasi silang. Hal ini dilakukan jika terdapat kemungkinan penyebab sebagai berikut:

1. Faskes wilayah kita merawat pasien dari luar wilayah kita

2. Faskes luar wilayah merawat pasien DBD dari wilayah kita.

3. Terdapat perbedaan domisili secara administrasi dan secara fakta.

Dalam kasus pertama, misalnya RS di wilayah kita melaporkan kepada Dinas Kesehatan setempat tentang adanya kasus DBD dari luar wilayah (kabupaten). Maka yang harus dilakukan adalah Dinas Kesehatan kita melakukan kros notifikasi ke Dinas Kesehatan dimana pasien tersebut berdomisili, agar segera dilakukan Penyelidikan Epidemiologi. Namun pencatatan kasusnya tetap masuk laporan kasus Dinas Kesehatan di mana RS yang merawat berada. Kasus luar wilayah demikianakan masuk pencatatan dan rekapitulasi hingga level provinsi dalam kategori luar wilayah. Demikian pula sebaliknya, dalam kasus kedua.

Dalam kasus ketiga, administrasi rekam medis mencatat domisili pasien sesuai dengan bukti domisili resmi, seperti KTP atau KK. Maka pelaporannya pun pasti menindaklanjuti dari dokumen resmi tersebut. Namun kenyataan di lapangan, ada pasien yang domisilinya tidak sesuai dengan KTP/KK. Misalnya, ada kasus DBD pada anak yang bisa saja dia tidak tinggal bersama ayahnya, namun tinggal bersama famili lain. Atau kasus DBD orang dewasa di mana dia sudah pindah domisili namun belum memperbarui alamat pada dokumen kependudukannya. Atau sebenarnya tidak berniat pindah alamat secara permanen, hanya tinggal sementara waktu, dan saat itu dia terjangkit DBD.

Untuk kasus seperti ini laporan tetap ditujukan kepada Dinas Kesehatan dalam wilayah Rumah SAkit itu merawatnya. Lalu petugas Dinkes tersebut melaporkan kepada Dinkes di wilayah yang secara fakta pasien tersebut tinggal di sana, untuk dilakukan Penyelidikan Epidemiologi (PE). Jadi, yang bertugas melakukan PE adalah petugas setempat di mana dia tinggal secara fakta, bukan secara administratif. Karena di wilayah itulah yang sedang terjadi risiko penularan penyakit.

Kasus yang demikian tetap masuk pencatatan dan pelaporan pada Dinas Kesehatan di mana ada Rumah Sakit yang merawat pasien tersebut. Namun dalam hal penanggulangan penyakitnya, kewenangannya diserahkan petugas di mana dia tinggal dan terinfeksi. Diharapkan komunikasi kros notifikasi demikian bisa berlangsung cepat dalam tempo <24 jam, mengingat penyakit DBD merupakan penyakit potensial wabah yang harus ditangani secara cepat guna mencegah penyebaran lebih lanjut. 

Tuesday, January 14, 2025

Target temuan kasus baru kusta 2025

CDR (Case Detection Rate) Angka temuan kasus baru
CDR kasus baru kusta yang ditetapkan dalam renstra kabupaten Tegal tahun 2025 adalah 11 per 100.000 penduduk. Jika estimasi jumlah penduduk menurut Pusdatin adalah 1.694.235, maka kab. Tegal harus menemukan 186 kasus baru di tahun 2025.


  
Untuk target penemuan kasus baru setiap puskesmasnya di tahun 2025 ini, maka perhitungannya adalah berapa rata-rata penemuan kasus kusta baru puskesmas tersebut dalam 5 tahun terakhir, lalu dihitung secara proporsional untuk target 186 penderita baru se Kab. Tegal tersebut.
    
Misalkan Puskesmas Slawi:
Rata-rata temuan dalam 5 tahun terakhir: 5,6 pasien. Rata2 temuan kabupaten adalah 177.
Maka 5,6 dibagi 177, lalu dikalikan 186, hasilnya adalah 5,88, dibulatkan menjadi 6 penderita.

Friday, January 10, 2025

Indikator Eliminasi Kusta bukan lagi prevalensi



Selama ini indikator eliminasi untuk kabupaten/kota adalah prevalensi rate harus <1 per 10 ribu penduduk. Namun berdasarkan guideline WHO tahun 2023, ada perubahan indikator eliminasi kusta menjadi:

1. tidak ada kasus baru kusta anak selama 5 tahun dan 
2. tidak ada kasus kusta pada dewasa selama 3 tahun 

Ini merupakan tantangan bagi kabupaten Tegal yang tahun 2024 saja penemuan kasus baru pasien 195 orang, dengan rincian 11 penderita anak (6%) dan 184 penderita dewasa (94%).
 
Jadi, kapan kira-kira Kabupaten Tegal dapat meraih eliminasi kusta?

Monday, January 6, 2025

Indikator kinerja program kusta 2025



Indikator kinerja program kusta tahun 2025 mengalami perubahan sbb:

1. Proporsi Kusta Baru tanpa cacat, baik cacat tk.1 maupun tk.2: >86%
    Cara menghitung:

    Jumlah penderita baru tanpa cacat 2025    x 100%
    Jumlah penderita kusta baru 2025

2. Proporsi Kasus Kusta anak di antara kasus baru: <5%
    Cara menghitung
    
    Jumlah penderita kusta usia anak (0-14th) 2025   x 100%
    Jumlah penderita kusta baru 2025


3. RFT Rate, atau persentase penderita kusta menyelesaikan pengobatan kusta tepat waktu >90%
    Cara menghitung RFT Rate :
    
    Jumlah pasien baru 2023 yang RFT (PB+MB) x 100%
    Jml penderita baru (PB + MB) tahun 2023   

Indikator kinerja DBD tahun 2025



Indikator Kinerja DBD tahun 2025 adalah sbb:
1. Insiden Rate (IR): < 10/100 rb penduduk
    Dihitung dengan cara:
    
    Jumlah kasus DBD              x 100.000 (konstanta)
    Jumlah penduduk berisiko
 
2. Case Fatality Rate (CFR) : <2%
    Cara menghitung:

    Jumlah kematian DBD     x 100%
    Jumlah kasus DBD


3. Angka Bebas Jentik (ABJ): >95%
    Cara menghitung:

    Jumlah rumah yang bebas jentik       x 100%
    Jumlah rumah yang diperiksa jentik